ini adalah cerita pengalaman saya. saya hanya ingin berbagi, mungkin kalian juga dapat membagi certa kalian di blog saya melalui email saya.
cerita pertama pengalaman saya....
saat itu saya, ibu, dan kakak perempuan saya baru saja pindah ke komplek tempat ayah bekerja. karena sebelumnya kami tinggal berjauhan dari ayah selama satu tahun demi pengalihan profesi gelar sarjana ibu. pada saat itu juga saya dan kakak saya ikut mengenyam pendidikan. tapi bukan itu yang ingin saya ceritakan.
saya ingin bercerita tentang saya yang memarahi teman satu bangku saya. pada saat itu hari kedua pada saat saya duduk di kelas satu SD. saya heran dengan anak-anak di sini. mereka duduk bertiga dalam satu meja -termasuk diriku- entah itu laki-laki mauun perempuan. dan itu adalah hari pertama kami belajar, kami belajar menulis huruf 'a' di buku tulis kami masing-masing. begit pula denganku. teman sebangkuku sangat kesulitan untuk menulis karena mereka masih kaku. sedangkan aku, aku sudah pernah duduk di bangku TK walau hanya satu tahun. tidak ada kesulitan berarti bagiku. hingga akhirnya teman sebelah kananku bernama Shanti mengatakan "kenapa kau menulis setengah-setengah dan bolong-bolong". aku melihat tulisanku dan berkomentar "ini diajarkan ketika aku TK, ini namanya di kelang (spasi antar baris)." tapi shanti langsung menunjukkan hasil karyanya kepadaku "kau harus menulis penuh seperti ini. ini di SD bukan TK. kalau menulis harus penuh, tidak boleh ada baris yang kosong." aku pun menurutinya, aku menulis baris yang koson itu. sebenarnya agak kesal karena dia terus meledekku mengatakan aku belum selesai mengerjakan tugasku.
setelah selesai kami d suruh untuk mengumpulkan tugas kami, dan ketika buku kami dikembalikan aku melihat nilaiku '8'. aku mengerti arti dari angka itu, itu bukan angka sempurna. aku kesal. aku pun memarahi Shanti atas perintahnya tadi yang menyuruhku menulis baris yang kosong. aku mengatakan kalau aku tidak menurutinya pasti sekarang aku mendapat nilai '10'. aku terus marah sampai dia menangis. ibunya yang setia menunggunya di depan pintu kelas menenangkan anaknya. tapi dia tidak berani untuk memarahiku. orang-orang di sini menganggap bahwa aku adalah 'anak kota' yang disegani. mereka takut ayahku memarahi mereka karena aku mendapat nilai '8'. akhirnya ayahku datang menjemput dengan motornya. tapi ayahku heran melihat rautku yang kesal dan dia bertanya kenapa. aku menceritakan semuanya hingga Shanti menangis tadi. ayahku langsung mengahmpiri ibunya Shanti yang masih setia berdiri dengan beberapa orang tua lainnya. ayahku langsung bersalaman dengan ibunya.
"maaf, Rara kasar dengan anak ibu. mungkin dia terbiasa dengan kebiasaan di sana (di kota). nanti saya memarahinya. Shanti juga jangan nangis, memang Rara yang kasar. maafin dia ya."
setelah itu ayah menghampiriku dan langsung membawaku pulang. ayah mengomel bahwa aku tak boleh berbuat seperti itu walau aku benar. aku hanya diam.
dari cerita saya di atas. saya bukan mengambil poin bahwa saya anak yang nakal. tapi saya mngambil poin ayah saya yang berani meminta maaf dengan orang yang tidak dikenalnya atas perbuata anaknya. ayah saya tidak membela saya, ayah saya memarahi saya. saya tau saya salah. tapi ayah saya ingin saya mandiri, bukan manja dan mengandalakan orangtuanya untuk membelanya. ayah saya ingin saya tau, apapun yang saya kerjakan itu adalah resiko saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar